Rabu, 28 Oktober 2015

Job seeker

Lulus tepat waktu dengan nilai memuaskan dan wisuda happy dengan foto keluarga baru ternyata bukan akhir dari tujuan. Sekarang ini, itu malah menjadi gerbang awal ke kehidupan nyata yang keras, “welcome to the real jungle” katanya.

Aku yang bukan anak pejabat dan konglomerat ini tidak bisa tinggal selonong masuk perusahaan-perusahaan ternama dengan kekuatan nepotisme yang sudah menjadi budaya di bangsa ini. Aku harus bersaing dengan ribuan pengangguran di negeri ini. Aku perlu menyisihkan sekian rupiah untuk mencetak CV dan membeli kuota internet, ngantri berjam-jam demi ikut jobfair, atau nangkring pagi-pagi di depan laptop untuk cari lowongan kerja.

Saat hp bunyi telfon dan sms, mata langsung terbelalak, berharap sebuah panggilan dari lowongan yang sudah di apply. Perjalananpun dimulai dari serangkaian tes-tes rekrutmen dari perusahaan. Antonim yang kata-katanya bagai di KBBI, sinonim yang artinya hampir mirip semua, analogi gambar dan ruang yang sangat gak kebayang dalam imajinasi, itungan deret yang polanya gak kepikiran, itungan pauli yang sampe bikin angka muter-muter di kepala, dan gambar orang juga gambar pohon yang selalu menjadi penutup ‘manis’ dalam serangkaian psikotest yang selalu berhasil bikin kepala jelimet. Dilanjut dengan interview berkali-kali. tebar senyuman sana sini biar ga tegang, ngejual diri dengan kelebihan yang dipunya, nutupin diri dari kelemahan yg udah sempet ditulis, dikasih contoh kasus dan disuruh ambil keputusan yang tepat. Belum lagi tes kemampuan teknis yang isinya soal-soal jaman kuliah dulu, berasa uas diulang lagi. Dan tahap akhir yang biasanya medical check up, say hello to jarum.

Awalnya excited, kemudian kegagalan datang silih berganti, kecewa rasanya sudah biasa. Air mata dalam sujud juga sudah tak terbendung lagi. Tapi aku hanya bisa berdiri dengan kakiku sendiri, membangunkan diri dari kecewa, mencoba berjalan lagi mencari kesempatan, dan meyakinkan diri jika pada akhirnya aku yang akan berdiri tegak pada suatu kesuksesan.

Aku percaya bahwa usaha ditambah dengan doa adalah keberuntungan, akupun percaya bahwa rezeki setiap orang sudah diatur. Yang aku perlu sekarang hanya bersabar bukan? Tak peduli seberapa kali aku gagal, seberapa banyak teman-teman yang sudah sukses dijalannya, dan seberapa kecil kesempatan yang ada, aku hanya harus terus berjalan. Berjalan dengan usaha dan diiringi doa yang tak ada hentinya dari mereka yang terus berharap aku bisa sukses dan bahagia, yaitu ibu dan ayah.

Semoga ibu dan ayah sabar menunggu untuk sekedar aku traktir makan malam diluar dengan hasil keringatku nanti.

 

Salam hangat dari jobseeker.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar